![]() |
Kawah Sikidang |
Dataran Tinggi Dieng terbentuk akibat letusan Gunung Prahu Tua yang terjadi
berabad-abad yang lalu. Meski sudah terjadi berabad-abad yang lalu, aktivitas
vulkanis di kawasan ini masih tetap terjadi. Salah satu buktinya adalah Kawah
Sikidang.
Terletak di Desa Dieng
Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Kawah Sikidang memiliki
keunikan dibandingkan kawah-kawah lain – baik yang ada di Dataran Tinggi Dieng
maupun di tempat lain. Kawah utama di kawasan ini berpindah-pindah.
Ketika memasuki kawasan
kawah, akan terlihat beberapa lubang besar yang mengeluarkan asap tidak terlalu
tebal. Menurut pihak pengelola, lubang-lubang besar tersebut merupakan kawah
utama di masa lalu. Sementara, kawah utama saat ini berada agak jauh dari pintu
masuk. Dari pintu masuk, pengunjung harus menempuh perjalanan sekitar 1
kilometer untuk sampai di kawah utama. Jalan menuju kawah utama pun agak
menanjak. Selain itu, di sekitar kawasan ini, masih terdapat beberapa kawah
kecil yang diperkirakan suatu saat akan menjadi kawah utama – menggantikan
kawah utama saat ini.
Karena letak kawah utama
yang berpindah-pindah inilah kawasan ini diberi nama “sikidang”, yang berasal
dari “kidang” (kijang). Kawah utama yang berpindah-pindah disamakan dengan
sifat kijang yang senang melompat ke sana-ke mari.
Selain itu, ada sebuah
legenda mengenai kawah ini. Pada masa lalu, di sekitar kawasan ini, hiduplah
seorang gadis cantik yang bernama Shinta Dewi. Kecantikan Shinta Dewi tersebar
ke penjuru daerah sehingga banyak pemuda yang ingin meminangnya. Sayang, tidak
ada yang berhasil meminang Shinta Dewi karena gadis cantik tersebut meminta mas
kawin dalam jumlah besar.
Kecantikan Shinta Dewi
pun terdengar oleh Kidang Garungan, seorang pangeran kaya raya. Tapi, walau
kaya raya, sesuai namanya, ada yang tidak biasa pada pangeran ini. Kidang
Garungan memiliki tubuh manusia tapi kepalanya merupakan kepala kijang –
karenanya diberi nama “kidang”.
Pangeran Kidang pun
mengutus pengawal untuk menyampaikan lamarannya kepada Shinta Dewi dengan
iming-iming mas kawin yang sangat banyak. Mendengar mas kawin yang ditawarkan
oleh pengawal yang datang menemuinya, Shinta Dewi menerima lamaran Pangerang
Kidang. Dalam benaknya, seorang pangeran yang kaya pastilah juga berwajah
tampan.
Namun, alangkah
terkejutnya Shinta Dewi ketika melihat perwujudan Pangeran Kidang. Shinta Dewi
pun menjadi bingung karena dia telah mengiyakan lamaran dari sang pangeran.
Gadis ini pun mencari akal untuk membatalkan lamaran.
Shinta Dewi lalu memohon
kepada Pangeran Kidang agar dibuatkan sebuah sumur yang besar karena masyarakat
sekitar sangat kesulitan mendapatkan air. Sumur tersebut harus dibuat sendiri
oleh sang pangeran dalam satu hari. Pangeran pun menyanggupi.
Dengan giat, Pangeran
Kidang menggali tanah menggunakan tangan dan terkadang tanduknya. Melihat itu,
Shinta Dewi kembali khawatir kalau-kalau sang pangeran berhasil menyelesaikan
permintaannya. Karena kalut, Shinta Dewi lalu meminta masyarakat menimbun sumur
yang sedang digali sang pangeran – selagi sang pangeran masih berada di dasar sumur.
Karena banyaknya orang
yang menimbun sumur itu, Pangeran Kidang akhirnya terkubur hidup-hidup di sumur
yang digalinya sendiri. Amarah sang pangeran tak tertahan. Amarah itulah yang
kemudian membentuk Kawah Sikidang.
Saat ini, pengelolaan
Kawah Sikidang berada di bawah Perum Perhutani. Saat berkunjung ke sini,
disarankan membawa masker karena udara di sekitar kawasan memiliki bau belerang
yang pekat. Selain itu, pengunjung di kawasan ini diharapkan tidak terlalu
dekat dengan kawah karena suhu di permukaan kawah utama mencapai 80-90 derajat
Celcius.
KAWAH SILERI
Di Dataran Tinggi Dieng, sangat mudah menemukan bukti bahwa kawasan ini berada di atas pegunungan yang masih aktif. Di banyak tempat, ditemukan berbagai kawah yang mengeluarkan hawa panas. Salah satunya adalah Kawah Sileri, yang berada di Desa Pekasiran, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Kawah yang memiliki luas sekitar 1 hektare ini dikelilingi bukit-bukit. Bukit-bukit tersebut yaitu Bukit Bima Sakti, Bukit Semancar, Bukit Gajah Mungkur, dan Bukit Penglimuran. Nama “sileri” pada tempat wisata terkait dengan sebuah legenda mengenai terbentuknya kawah ini. “Sileri” berasal dari “leri” yang dalam bahasa Jawa berarti air bekas mencuci beras. Pada masa lalu, di Desa Pekasiran, hiduplah seorang nenek sakti bersama muridnya yang bernama Dewi Mala. Nenek sakti ini memiliki perangai buruk. Dewi Mala pun sering menentang kehendak gurunya dan kemudian dikutuk menjadi batu. Sang nenek sangat ingin menguasai sebuah desa yang terletak tak jauh dari tempat inggalnya, yaitu Desa Pagar Kandang. Tapi, masyarakat Pagar Kandang menentang keinginan sang nenek. Mereka bahkan mengusir nenek ini dari desa. Nenek pun menjadi marah. Dia kembali ke rumahnya, mengambil sebuah tempurung yang berisi air cucian beras. Air cucian beras ini dipercaya mampu memusnahkan benda apapun yang dikenainya.
Namun, naas nasib nenek tersebut. Dalam perjalanan kembali ke Desa Pagar Kandang, dia tersandung sebuah batu. Tempurung yang dibawanya terlepas dan isinya tumpah ke daratan. Tumpahan air beras tersebut lalu membentuk Kawah Sileri. Sementara, batu yang membuat nenek terjatuh tidak lain adalah Dewi Mala yang telah dia kutuk.
Perjalanan menuju Kawah Sileri akan melalui jalan berbatu yang kondisinya tidak terlalu baik. Keberadaan kawah ini akan ditandai dengan sebuah papan bertuliskan “Kawah Sileri”. Dari papan ini, pengunjung harus berjalan menyusuri anak tangga sejauh kira-kira 300 meter untuk sampai di kawasan kawah.
Sebagai tujuan wisata, Kawah Sileri menyajikan pemandangan yang menarik. Hamparan kawah dengan deretan perbukitan sebagai latar. Pemandangan yang akan memanjakan setiap pengunjung yang datang.
0 komentar:
Posting Komentar